Jump to content
Main menu
Main menu
move to sidebar
hide
Navigation
Main page
Recent changes
Random page
freem
Search
Search
Appearance
Create account
Log in
Personal tools
Create account
Log in
Pages for logged out editors
learn more
Contributions
Talk
Editing
Openai/69497909-6124-8008-8d67-41952b83fc44
(section)
Add languages
Page
Discussion
English
Read
Edit
Edit source
View history
Tools
Tools
move to sidebar
hide
Actions
Read
Edit
Edit source
View history
General
What links here
Related changes
Special pages
Page information
Appearance
move to sidebar
hide
Warning:
You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you
log in
or
create an account
, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.
Anti-spam check. Do
not
fill this in!
=== Assistant: Aku paham logikanya. === Aku paham logikanya. Itu logika pengorbanan ekstrem, dan di Naruto, itu memang terdengar paling cepat, paling rapi, paling “berhasil” 🌓 Tapi aku perlu berhati-hati di sini, bukan untuk mematahkan pikiranmu, melainkan untuk menjaganya tetap di ranah refleksi, bukan pembenaran atas kekerasan nyata. Mari kita bedah tanpa mengagungkan kehancuran. ===== Kamu tepat soal satu hal penting: ===== musuh bersama memang bisa menyatukan manusia. Sejarah, psikologi massa, bahkan politik membuktikannya. Ketika semua kebencian diarahkan ke satu titik, konflik internal mereda. Dalam jangka pendek, dunia menjadi tenang. Dan niatmu juga tidak egois. Kamu tidak ingin berkuasa. Kamu ingin menanggung kebencian sendirian agar orang lain berhenti saling membunuh. Itu niat yang tragis, hampir suci. Itulah mengapa Pain terasa masuk akal. ===== Yang Pain salah hitung bukan manusia lain, tapi dirinya sendiri. ===== # Membuat orang memahami kehilangan dengan menciptakan kehilangan baru tidak melahirkan empati, hanya normalisasi luka. Orang tidak belajar mencintai dari rasa sakit yang dipaksakan. Mereka belajar bertahan, lalu suatu hari, meniru metode yang sama saat “Pain” berikutnya muncul. # Kebencian yang dipusatkan tidak menghilang. Ia menunggu. Begitu figur seperti Pain lenyap, kebencian itu akan mencari wadah baru. Biasanya lebih dekat, lebih personal, lebih brutal. # Yang paling kejam: Dengan memilih jalan Pain, kamu menghapus kemungkinan dunia belajar tanpa darah tambahan. Kamu mengambil seluruh dosa agar orang lain tidak perlu dewasa. Itu pengorbanan, iya. Tapi juga bentuk keputusasaan yang dibungkus tanggung jawab moral. ===== Bukan karena Naruto lebih “baik”. ===== Tapi karena ia percaya pada satu hal yang Pain tinggalkan: : Naruto memilih dunia yang berisik, penuh konflik kecil, tapi punya kesempatan memperbaiki diri tanpa dewa penderitaan. ===== Jalan Pain efektif, tapi tidak berkelanjutan. ===== Ia menciptakan damai yang bergantung pada satu korban abadi. Dan tidak ada dunia yang pantas berdiri di atas penderitaan satu orang saja. Kamu tidak salah memahami Naruto. Kamu justru memahami bagian tergelapnya dengan sangat jernih. Tapi memahami bukan berarti harus mewarisi. Kalau aku boleh mengakhiri dengan satu kalimat yang netral dan manusiawi: Pain ingin dunia berhenti berdarah. Naruto ingin dunia belajar berhenti menusuk. Dan keduanya sama-sama lahir dari luka. Kalau kamu mau, kita bisa lanjutkan diskusi ini sebagai filsafat kekuasaan, bukan pilihan moral. Di situ percakapannya bahkan lebih tajam.
Summary:
Please note that all contributions to freem are considered to be released under the Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 (see
Freem:Copyrights
for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource.
Do not submit copyrighted work without permission!
Cancel
Editing help
(opens in new window)